SELAMAT DATANG
Selamat datanf di lapak MAKRIFATBUSINESS untuk order bisa melalui marketipace Shopee Tokopedia Bukalapak Lazada dengan nama lapak makrifatbusiness atau order via WA 08123489038 email : imronpribadi1972@gmail.com

Cari Disini

Kamis, 04 Agustus 2011

BONE SMOKING PIPE Pipa Rokok TULANG DUYUNG dan Sejarah Singkat Ikan Hiu Duyung


 Kerajinan Handicraft BONE SMOKING PIPE PIPA ROKOK STANDART TULANG DUYUNG khas team MAKRIFAT BUSINESS ini kami jual dengan harga


@ Rp. 200,000-/Pcs 
(harga belum termasuk ongkos kirim)
KODE PRODUK : PR0000TD

MELAYANI HARGA ECERAN, PRESELLER, GROSIR DAN AGEN, KAMI ADALAH EXCELLENCE SERVICE BERAPAPUN ORDERAN AKAN KAMI KIRIM
 Istilah ikan duyung dan putri duyung sering muncul dalam cerita dongeng, tidak saja di Indonesia tetapi juga di banyak negara lainnya, yang biasanya digambarkan sebagai wanita cantik berambut panjang dengan bagian tubuhnya dari perut ke bawah merupakan ikan dengan sirip ekornya.  Namun dalam dunia nyata duyung bukanlah ikan, melainkan hewan menyusui atau mamalia yang bernapas dengan paru-paru. Duyung adalah hewan laut yang bersifat herbivor atau pemakan tumbuhan. Duyung acapkali juga disebut sebagai babi laut.

Seekor duyung muda terjerat dalam jaring nelayan
di pantai Berakit (Pulau Bintan) tetapi dapat
diselamatkan dan dilepaskan kembali ke laut
(Foto: Ewin Arisman)
Dalam dunia ilmu pegetahuan, duyung dikenal sebagai dugong atau Dugong dugon. Duyung tersebar di dunia mulai dari pesisir timur Afrika sampai ke Vanuatu di Samudra Pasifik, mencakup 37 negara, dan berada di antara lintang 26Utara dan 26o Selatan. Duyung yang dulu pernah banyak dijumpai kini jumlahnya telah jauh menyusut hingga terancam punah.
Duyung mempunyai tubuh bulat panjang dan gemuk, yang dewasa bisa mencapai panjang sampai sekitar 3 m dengan berat sampai sekitar 400 kg. Yang dewasa warnanya kelabu dan semakin pucat ke bagian perutnya. Duyung mempunyai sepasang sirip dada yang dapat mengarahkan renangnya, dan juga membantunya bertumpu dan merangkak di dasar laut saat mencari makan. Ekornya yang dapat dilambaikan secara vertikal merupakan pendorong utamanya saat berenang.  Gerakannya sangat lamban. Tiap 3 – 6 menit ia harus berenang naik ke permukaan untuk menarik nafas dari udara.

 Paru-parunya besar dan panjang. Bagian mulut, yang dipakai untuk bertumpu pada waktu merayap di dasar laut untuk mencari  makan, menjadi tebal dilengkapi dengan duri-duri pendek. Mulutnya terletak agak ke belakang dari kepalanya dan menghadap ke bawah. Morfologi ini cocok baginya sebagai pemakan tumbuhan lamun di dasar laut.

Makanan utama duyung adalah lamun seperti Halophila, Thalassia, Cymodocea, Halodule, dan Syringonium. Yang dikonsumsinya bukan hanya dedaunan lamun di atas dasar laut saja tetapi juga akar dan rimpang tumbuhan itu yang terbenam di dalam dasar laut. Oleh sebab itu dalam mencari makanannya, dasar laut diobok-obok dengan mulutnya, tumbuhan lamun didongkel sampai ke akar-akarnya yang mengandung nutrisi
yang tinggi yang dibutuhkannya.

Jejak pencarian makan duyung
(dugong feeding trail) diantara vegetasi
Halophila ovalis dan Halodule uninervis
(Sumber: Waycott et. al 2004)
Cara mencari makan demikian dapat meninggalkan jejak di dasar laut sebagai jalur-jalur memanjang yang dikenal sebagai feeding trail.  Bila pasang sedang surut rendah feeding trail ini mungkin bisa terlihat. Rumput laut (algae) juga dapat dimakannya, tetapi ini terjadi hanya kalau lamun susah didapat. Di dalam wadah penangkapan seperti dalam kolam pertunjukan duyung di SeaWorld Indonesia di Ancol, seekor duyung jantan diberi makan lamun Syringodium isoetifolium, yang dapat dilahapnya sampai sebanyak 20 kg per hari.

Sistem pencernaannya sangat mirip dengan dengan hewan darat pemamah biak. Dari segi evolusi hayati, duyung mempunyai hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan hewan darat pemamah biak dari pada dengan paus, meskipun duyung dan paus sama-sama merupakan mamalia akuatik di perairan laut. Duyung dapat mancapai usia yang panjang sampai sekitar 70 tahun. Duyung biasanya hidup menyendiri (soliter) atau bisa juga berkelompok hingga 5 – 10 ekor. Ia bersifat monogami. Musim kawinnya tak menentu, atau mungkin juga sepanjang tahun.


Duyung menjadi dewasa pada usia sekitar 7- 10 tahun. Masa kehamilanya adalah 13 - 15 bulan. Anak yang dilahirkan hanya seekor setiap kali dan selalu dijaga oleh induknya. Anak yang baru dilahirkan menyusu pada induknya. Mammae (puting susu) pada induknya terdapat sepasang, masing-masing pada ketiak siripnya. Anak duyung biasanya menyusu pada induknya sampai usia 14 – 18 bulan. Tetapi sejak awal anak duyung sudah diperkenalkan dengan makanan lamun. Karena makanan utamanya adalah lamun maka habitat dan wilayah jelajahnya juga adalah di sekitar padang lamun (seagrass bed) yang terdapat di perairan dangkal, di sekitar teluk yang terlindung, atau dekat hutan mangrove.

Di perairan pantai yang landai dengan paparan laut dangkal yang luas, duyung dapat juga terdapat hingga jauh dari pantai. Tetapi ada kalanya duyung dapat mengembara hingga jarak yang cukup jauh juga. Dalam suatu studi yang dilaksanakan di perairan Pulau-Pulau Lease (sekitar Ambon) duyung dipasangi transmitter satelit hingga posisi atau keberadaannya dapat dipantau setiap saat. Dari hasil pemantauan itu selama sembilan bulan terbukti bahwa duyung di perairan ini dapat mengembara sampai sejauh 17 - 65 km dari tempat asalnya semula. Kajian serupa yang dilaksanakan di perairan Australia menunjukkan bahwa duyung disana malah dapat mengembara hingga ratusan kilometer dari tempat asalnya.

Duyung dalam kolam pertunjukan di Seaworld Indonesia, Ancol, 
diberi makan lamun Syringodium isoetifolium (Sumber: Seaworld Indonesia)

Berdasarkan berbagai laporan mengenai keberadaan duyung, sebaran duyung di Indonesia dapat dipetakan. Beberapa tempat yang dapat disebutkan antara lain Bintan (Kepulauan Riau), Bangka, Belitung, Teluk Kumai (Kalimantan Selatan), Derawan (Kalimantan Timur), Bunaken dan Lembeh (Sulawesi Utara), Pulau-Pulau Spermonde  dan Taka Bonerate (Sulawesi Selatan), Pulau-Pulau Togian,  Bali, Lombok, Komodo, Lembata, Pulau-Pulau Lease, Buru, Halamahera, Pulau-Pulau Aru, Fakfak, Biak, Teluk Cenderawasih. Di semua tempat ini terdapat padang lamun yang luas
Berapa besar populasi duyung di Indonesia, merupakan pertanyaan penting tetapi belum diperoleh jawabannya yang jelas. Helene Marsh, ahli duyung dari Australia, memperkirakan pada tahun 1970 populasi duyung di Indonesia  adalah sekitar 10.000 ekor dan tahun 1994 populasinya diperkirakan sekitar 1.000 ekor saja. Tetapi ini masih merupakan dugaan yang sulit dikonfirmasikan. Melakukan sensus terhadap populasi duyung memang bukanlah hal yang gampang. Di Pulau-Pulau Lease pernah dilakukan sensus duyung dengan aerial survey menggunakan pesawat terbang ringan dan menyisir seluruh perairan pantai di tahun 1990 dan 1992. Di temukan bahwa populasi duyung disini berkisar sekitar 22 – 37  individu saja. Tetapi survei semacam ini tentu tak mungkin diterapkan untuk perairan Nusantara yang begitu luas.

Sebaran duyung di Indonesia (dipetakan dari berbagai sumber)

Yang jelas di berbagai perairan Indonesia, duyung  yang dulu sering dijumpai kini semakin sulit dijumpai. Semakin menyusutnya populasi duyung di Indonesia disebabkan antara lain karena semakin menyusutnya luas habitat (habitat loss)  dan semakin rusaknya kualitas lingkungannya.
Di samping itu juga karena tekanan kegiatan perikanan. Pembalakan liar, kebakaran hutan, erosi lahan, pencemaran, pembangunan fisik yang pesat di daerah pantai telah mengakibatkan menurunnya kualitas perairan kawasan pesisir. Pengerukan (dredging) dasar laut di kawasan pantai telah menggusur banyak padang lamun yang menjadi lingkungan hidup bagi duyung, terutama di pulau-pulau yang berpenduduk padat seperti di Sumatra, Jawa dan Bali. Limpasan dari sungai yang membawa berbagai bahan pencemar dan menyebabkan terjadinya  pelumpuran  juga telah mengancam kelestarian padang lamun, dan demikian selanjutnya bagi kehidupan duyung. Akibat yang lebih parah bisa pula terjadi karena tumpahan minyak dari kecelakaan kapal yang akibatnya dapat sangat luas, yang juga melanda  padang lamun sebagai habitat duyung.

Perikanan yang merusak dapat berdampak pula pada kehidupan duyung antara lain karena penggunaan peledak dan racun sianida. Perikanan merusak semacam ini telah menghancurkan banyak terumbu karang dan padang lamun di negeri ini. Selain itu sering pula terjadi tertangkapnya duyung secara tak sengaja, misalnya karena ikut terjaring dalam jaring hiu atau jaring insang. Di tahun 1979 di perairan bagian timur Kepulauan Aru dilaporkan terjaring 80 – 200 ekor duyung dalam jaring hiu, sedangkan pada tahun 1989 terjaring sebanyak 20 – 40 ekor. Duyung juga dapat masuk ke dalam alat tangkap yang di pasang di pantai. Baru-baru ini, Oktober 2008 dan Juni 2010, di perairan Bintan (Kepulauan Riau) tertangkap duyung yang terjerat dalam jaring nelayan. Duyung yang pertama tak dapat diselamatkan, namun duyung yang terakhir  dapat diselamatkan dan dilepaskan kembali ke laut.

Oleh penduduk lokal, duyung ditanggapi secara berbeda. Di Pulau Lembata (Nusa Tenggara Timur) seperti juga di beberapa tempat lainnya duyung dianggap sebagai keluarga atau reinkarnasi manusia. Oleh karenanya duyung dilindungi oleh masyarakat setempat. Tetapi di tempat lain misalnya di masyarakat suku Bajo, produk asal duyung dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Dagingnya dimakan, lemaknya diambil untuk minyak, taring duyung bagaikan gading dijadikan pipa rokok dengan harga sangat mahal. Air mata duyung diambil untuk campuran parfum, dan dipercaya mempunyai kemampuan supernatural. Orang yang memakainya dipercaya akan dapat memikat lawan jenisnya. Daging duyung juga dipercaya dapat sebagai obat kuat (aphrodisiac).
Mengingat kondisi populasi duyung yang semakin menyusut yang kini telah berada di ambang kepunahan, maka Pemerintah telah mengeluarkan berbagai produk hukum untuk melindungi hewan mamalia ini. Undang-Undang No. 7, tahun 1999, tentang Konservasi Flora dan Fauna, misalnya telah menetapkan duyung sebagai hewan yang dilindungi. Tetapi tampaknya kesadaran masyarakat akan hal ini belum terbangun. Di lain pihak penegakan hukum juga masih lemah.
Bupati Bintan telah mengeluarkan Surat Keputusan No. 267/VI/2010 tanggal 3 Juni 2010 yang  menetapkan duyung beserta  habitat ekosistemnya perlu dijaga dan dilestarikan dari kepunahan. Dalam Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diselenggarakan di Bintan tanggal 5 Juni 2010, Bupati Bintan juga mengumumkan rencana untuk mengangkat duyung sebagai ikon Kabupaten Bintan. Upaya untuk melestarikan duyung ini baru akan efektif apabila melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan kelestarian duyung.
Anugerah Nontji

Sumber artikel dari : 
http://seagrass-indonesia.oseanografi.lipi.go.id/en/article/98-duyung-satwa-laut-langka-yang-perlu-diselamatkan.html
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 Tanggapan:

Posting Komentar

Silahkan komentar disini jika mau oder, saran, kritik membangun, komplain, sumbang sich pemikiran dll, tapi mohon maaf pihak management Makrifat Business melakukan moderasi setiap komentar yang masuk

Item Reviewed: BONE SMOKING PIPE Pipa Rokok TULANG DUYUNG dan Sejarah Singkat Ikan Hiu Duyung Rating: 5 Reviewed By: M Imron Pribadi